Chapter 1
Suatu hari di pulau Amazon Lily.
"Aaaarrrrrghh…" teriak seorang wanita ketika mendapati seekor kodok berukuran besar terbang ke arahnya. Tak sempat mengelak, kini si kodok besar menempel di dada wanita berbadan sexy(?) itu.
"Koo…doo..ok!" kata wanita itu kemudian jatuh pingsan.
GBRAK!
"Gkyaaaa… Sweat Pea! Daijoubu ka?" Aphelandra mengguncang – guncang tubuh Sweat pea.
"Ko..o..dok a..ku b..enci ko..dok!" kata Sweat pea kemudian pingsan lagi.
"Ahahahak! Ahahahak!" terdengar tawa riang seorang anak laki – laki dari luar jendela rumah Sweat pea.
"Axel-kun," gumam Aphelandra.
Di tempat lain, anak laki – laki berambut raven hitam itu masih saja tertawa riang mengingat kejadian dirumah Sweat pea. Yap! Bocah inilah dalang dari tragedi kodok terbang yang menimpa Sweat pea. Ini bukan kali pertama dia berulah, hampir semua penduduk suku Kuja pernah merasakan kejailannya. Karena itu lah dia di cap sebagai bocah pembuat onar. Tapi mengingat siapa orang tua dari bocah ini tak seorangpun berani membalas ataupun hanya sekedar menegurnya.
"Mamaaaaaaa!" Axel melompat ke pelukan ibunya.
"Maaf karena terlalu lama meninggalkanmu," kata Hancock sambil mengelus rambut hitam anaknya.
"Daijoubu!" sahut Axel sambil tersenyum lebar.
Melihat senyuman itu sontak hancock terduduk lemas dengan wajah memerah. "Aku tidak tahan, semakin hari senyuman itu semakin mirip dengan senyuman ayahnya.. ahh anakku tampan sekali!" gumam Hancock sambil memegangi kedua pipinya.
"Mama kenapa?" tanya Axel sambil ngupil.
Dia benar – benar mirip ayahnya, batin hancock. Straight-faced.
Axel adalah satu – satunya anak laki – laki yang terlahir dari seorang Kuja. Mungkin kelahirnya merupakan suatu keajaiban, karena sebelumnya hanya anak perempuan yang lahir dari rahim wanita Kuja. Dia lahir tujuh tahun yang lalu, beberapa bulan setelah pelayaran ayahnya menuju dunia baru. Meskipun besar tanpa sentuhan tangan seorang ayah Axel tetap menjadi pribadi yang ceria, berisik tapi juga cengeng.
Hancock berjalan sambil menggandeng telapak tangan Axel. Hal sederhana yang sudah beberapa minggu ini tidak ia lakukan karena kesibukannya sebagai kapten bajak laut Kuja. "Kebahagiaan apa ini, hanya dengan melihat senyumannya saja aku merasa telah jadi orang paling bahagia di dunia ini. Kenapa begitu cepat anak ini bertumbuh sepertinya baru kemarin aku melahirkannya." Hancock tertawa kecil.
Meskipun banyak tekanan batin yang dia dapat dari tingkah konyol anaknya Hancock tetap menyayangi anaknya dengan sepenuh hati. Terkadang ketakutan muncul tatkala melihat anaknya yang terkesan acuh dan tidak mau tahu tentang ayahnya. Ketakutan itu semakin menjadi saat Axel benar – benar tak tertarik saat ia mnceritakan kisah tentang ayahnya.
"Mama.."
"Hmm.."
"Kapan kita mengunjungi paman?"
"Bagaimana setelah pesta ulang tahunmu,"
Axel memonyongkan bibirnya, "Itu terlalu lama, ulang tahunku masih dua minggu lagi kan. "
Hancock tertawa melihat ekspresi kecewa anaknya. Itu terlihat sangat menggemaskan.
"Aku mau kita pergi besok," Axel sedikit memaksa.
"Kamu tahu mama dan bajak laut Kuja baru saja kembali dari perjalanan jauh, mana mungkin mama bisa pergi meninggalkan pulau ini lagi. Axel-kun kali ini kamu harus bersa.." kalimat Hancock tertahan saat sepasang mata bulat besar menatapnya penuh harap. Lagi – lagi ia terduduk lemas tak berdaya tentunya dengan wajah yang memerah. Segera ia memalingkan wajah saking tidak tahan dengan tatapan anaknya yang menurutnya sangat mematikan. Padahal Axel sangat imut dengan tatapan itu ^^.
"Kamu menang! Kita berangkat besok," Hancock akhirnya mengiyakan. Aku tidak pernah bisa menolak jika dia menatapku seperti itu, batin Hancock sambil meremas jubahnya.
Keesokan harinya.
Axel berlari kecil menuruni tangga bersama tas ransel besar dipunggungnya. Dia tampak kewalahan karena ransel itu dua kali lebih besar dari tubuhnya.
"Axel-kun apa yang akan kau lakukan dengan rancel sebesar itu?" tanya Marigold.
"Memangnya apa yang kau bawa?" Sandersonia ikut menyahut.
"Aku akan berpesta Bi," Axel nyengir sambil menepuk – nepuk ransel besarnya. "Aku sudah memasukan daging, sake, kembang api dan tusuk gigi. Ahahahak! Ahahahahak!"
"Kamu masih tujuh tahun mana boleh minum sake, aku akan menggantinya dengan jus jeruk kesukaanmu,"
"Bibi Mari benar. Anak kecil tidak boleh minum sake,"
"Tapi paman suka minum sake Bi!" Axel menghalangi Marigold yang akan membongkar isi ranselnya.
Sandersonia dan Marigold saling memandang.
"Ehmm.. sokka, seharusnya kamu juga membawa bunga." kata Sandersonia.
"Bunga?" Axel memiringkan kepalanya.
"Iya. Pamanmu pasti akan senang,"
"Apa paman juga suka makan bunga Bi?" tanya Axel innocent.
"Ewwh.. Bukan begitu, bunga hanya sebagai symbol penghormatan saja" Sandersonia malah bingung sendiri.
"Baiklah aku akan mencari bunga dulu untuk paman. Aku titip ranselku sebentar ya Bi!" sahut Axel yang kemudian lari entah kemana.
"Anak itu terkadang membuatku gemas tapi terkadang juga membuatku bingung," Sandersonia geleng – geleng kepala.
"Sonia-nee-sama kita memang harus bersabar menghadapi anak – anak," Marigold tertawa.
Di kebun bunga istana Kuja.
Axel celingukan memastikan tidak ada orang yang melihatnya. Yosh! Aku akan mencuri(?) bunga terindah untuk paman, Axel bergumam sendiri.
Axel berlari mendekati bunga yang akan dia petik tapi tiba – tiba saja seseorang menjegalnya sampai jatuh tersunggur.
"Itai.." lenguh Axel.
"Ternyata laki – laki memang menjijikan," ucap seorang gadis.
"Siapa kau?" Axel membekap hidungnya yang berdarah.
"Jika aku tahu kau hanya akan menjadi pencuri dan pembuat onar, kau pasti sudah ku bunuh saat hebihime melahirkanmu!" ucap gadis itu sambil meregangkan busur ularnya dan melesatkan panah ke arah Axel.
Axel berhasil menghindar.
"Hei apa kau tuli?! Aku tanya siapa kau? Kenapa tiba – tiba menyerangku?" teriak Axel geram juga.
"Seharusnya tanpa bertanyapun kau sudah tahu, BAKKA!" Gadis itu melesatkan panahnya lagi. Bidikannya masih meleset, Axel berhasil menghidar tapi anak panah yang sudah dilapisi Haki itu berhasil menghancurkan bongkahan batu di belakang Axel. "Hebat juga kau bisa menghindar dari anak panahku, tapi aku tidak peduli meskipun kau masih bocah aku tak akan segan padamu!"
"Apa salahku, kenapa kau ingin sekali membunuhku?"
"Kau sama bodohnya dengan laki – laki bertopi jerami itu! Di pulau wanita ini haram bagi seorang laki – laki untuk hidup! Oleh karena itu aku ingin sekali membunuh kalian dengan tanganku sendiri." Sekali lagi melesatkan anak panahnya.
"Argggh!.." Axel tersungkur, kali ini anak panah itu berhasil melukai lengan kirinya.
"Apa kau tahu, setelah puas merayu hebihime dia pergi begitu saja, meninggalkan hebihime kami yang tengah mengandungmu! Benar – benar makhluk menjijikan,"
Gadis itu bersiap membidik Axel lagi. Dan..
BUGH! Axel lebih dulu menghantamkan bogemnya sekuat tenaga hingga membuat gadis itu memuntahkan darah."Kau boleh menghinaku tapi tidak akan aku biarkan kau menghina orang tuaku!"
Cih! Bushoshoku no Haki. Mana mungkin bocah ingusan itu sudah menguasai haki.
"Kau tidak tahu apa – apa tentang mereka jadi tutup saja mulutmu!" teriak Axel diikuti tinju – tinjunya yang melesat tak beraturan ke tubuh gadis di depannya.
Dari kejauhan tampak seorang wanita tua menyaksikan pertarungan mereka. Dia segera berlari ke istana Kuja untuk melaporkan kejadian tersebut dan meminta bantuan.
"Sandersonia-sama! Marigold-sama!" teriak wanita tua itu.
"Kenapa kau berteriak – teriak?"
"Sandersonia-sama ada seorang prajurit gila yang menyerang seorang anak kecil di kebun bunga istana Kuja,"
"Ada apa ini?," sahut Hancock tiba – tiba.
"Onee-sama!" Sandersonia.
"Hebihime-sama!" Wanita tua itu membungkukan badan.
"Katakan padaku apa maksudmu dengan prajurit gila?"
"Di kebun bunga istana Kuja saya melihat seorang prajurit menyerang seorang bocah dengan busur panahnya secara membabi buta. Hebihime-sama, Sandersonia-sama tolong lakukan sesuatu,"
"Bocah katamu?" sahut Sandersonia.
"Iya Sandersonia-sama, mungkin usianya masih enam atau tujuh tahun,"
"Nani?" Sandersonia terbelalak kaget. Pikiran Sandersonia langsung tertuju pada Axel yang belum juga kembali setelah berpamitan untuk mencari bunga. Kebun bunga istana Kuja? Mungkinkah bocah yang dia maksud adalah Axel-kun, gumamnya kemudian berlari menuju kebun bunga istana Kuja.
"Sonia ada apa?" Hancock mengejar adiknya bersama Blue fan dan prajurit Kuja lainnya.
"Mungkin saja Axel-kun sedang dalam bahaya!"
Hancock tercekat mendengar jawaban adiknya,"Jangan katakan bocah yang wanita tua itu maksudkan adalah Axel!"
Sandersonia menatap ragu kakaknya yang sedang berlari mengimbanginya,"Onee-sama, aku juga berharap dugaanku salah! Tapi kita harus bergegas,"
Hancock mempercepat larinya. Seketika semua yang ada dalam kepalanya menjadi kacau. Pikiran negative mulai bermunculan dalam benaknya, terbayang sebuah anak panah melesat menembus dada Axel. Bagaimana jika panah itu benar – benar menembus jantungnya. Luffy apa yang harus aku lakukan? Hancock mulai meneteskan air matanya.
"Luffy awas!"
BUGHH! Sebuah barbel seberat 2.5 Ton mengantam tubuh karetnya hingga terpental.
"Oii Luffy daijoubu ka?" tanya Chopper sambil mengguncang tubuh Luffy.
"Chopper apa Luffy baik – baik saja?"
"Kalian berisik sekali! Sebenarnya permainan apa yang sedang kalian mainkan hah?!" Zoro terbangun karena keributan yang dibuat trio bodoh itu. "Hei kenapa Luffy tiduran disana? Apa kalian sedang main dokter – dokteran?"
"Dia pingsan! Bodoh!" timpal Usopp dengan mode gigi hiu-nya.
Beberapa detik kemudian…
Semua awak kapal sudah berkerubung mengelilingi kapten mereka yang sedang tak sadarkan diri.
"Mana mungkin benda seperti itu bisa membuatnya pingsan, dia pasti hanya berpura – pura," Zoro menarik pipi Luffy sampai melar.
"Benar juga, moster seperti dia mana mungkin pingsan karena benda seperti itu," sahut Nami tidak percaya.
"Memang sulit dipercaya," komen Sanji sambil menyesap rokoknya.
"Sekarang apa yang harus kita lakukan?" Usopp.
"Kita lempar saja ke laut siapa tahu dia jadi sadar saat para moster laut mengendusnya" Zoro bersiap menjatuhkan Luffy ke laut.
"BAKKA! APA KAU INGIN MEMBUNUHNYA!?" seru Usopp, Chopper dan Nami bersamaan.
Alhasil Zoro terkapar disamping Luffy dengan benjolan berasap lapis tiga di kepala hijaunya.
"Fufufufu.." Robin hanya tertawa kecil.
"Dasar marimo bodoh. Dia memang tidak bisa diandalkan disaat seperti ini,"
"Tutup mulutmu alis keriting," timpal Zoro tak mau kalah. Tapi Sanji mengacuhkannya.
Sanji berjongkok lalu mengibas – ngibaskan daging diatas kepala Luffy. Entah sejak kapan ada potongan daging super besar di tangannya. Yang jelas itu cara paling efektif untuk membuat seorang penggila daging tersadar. Dan benar, hidung Luffy mulai merespon.
"Aww SUPEEEER! Dia mulai sadar!"
HAP! Luffy yang tersadar langsung melahap daging di depannya sekali serang sampai tangan Sanji ikut masuk dalam mulutnya.
"BAKA kenapa tanganku juga kau makan!" teriak Sanji sambil menendang – nendang kepala Luffy agar tangannya lepas.
Asap mengepul di kepala Luffy dengan enam tingkat benjolan.
"Itai.." Luffy mengelus benjolan maha karya Sanji.
"Yokatta, tidak ada luka yang serius," sahut Chopper setelah memeriksa badan Luffy.
"Yohohoho! Kapten kita sudah sadar, ayo kita dendangkan lagu suka cita."
"Oii Luffy hari ini kau kurang bersemangat, apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Usopp menyelidik.
Luffy terdiam sejenak lalu mengembangkan senyuman khasnya,"Shishishi.. Aku merasakan sesuatu yang aneh di dalam sini."
"Gawat Luffy terkena serangan jantung!" Chopper histeris melihat Luffy menunjuk dadanya.
"Bukan! Bukan rasa sakit yang aku rasakan. Demo.." Luffy tampak berpikir.
.
.
Lima detik.
.
.
Tujuh belas detik.
.
.
Tiga puluh detik.
.
.
Wajah Luffy mulai kemerahan diikuti kepulan asap yang keluar dari kepalanya. Seperti menggunakan Gear Second-nya tapi kali ini hanya kepalanya yang berasap.
"Tidak usah dipaksakan," kata Usopp sweatdropped.
"Tidak perlu berpikir terlalu keras Luffy, katakan saja apa yang kau rasakan." Sahut Robin saat Luffy mulai overload.
"Ada perasaan aneh yang tidak bisa aku jelaskan, jantungku berdebar kencang seperti mengkhawatirkan sesuatu. Perasaan kacau seperti saat aku membayangkan tidak ada lagi daging di dunia ini," Luffy menepuk dadanya.
"Ara Luffy kau seperti seorang ayah yang sedang mengkhawatirkan anaknya. Mungkin saja itu adalah ikatan batin antara ayah dan anak, fufufu…" Robin tertawa misterius.
"…" Usopp.
"…" Nami.
"…" Chopper.
"…" Sanji.
"…" Franky.
"Anoo.. Robin-san apa maksudmu dengan ikatan ayah dan anak?" Tanda tanya besar berkedip – kedip diatas afro Brook.
"Fufufu.."
"…" Zoro.
"Hei Robin kau terlalu melebih – lebihkan, mana mungkin pria bodoh seperti Luffy bisa menghamili seorang wanita dan punya anak. Butuh ribuan bahkan jutaan tahun untuknya berevolusi menjadi pria dewasa," Usop mengibas – ngibaskan tangan di depan hidung pajangnya. "Mustahil! Itu sangat mustahil."
"Benar kata Usopp bahkan diusianya sekarang dia tidak pernah melirik seorang wanita, hahahaha!" Nami memaksakan tawa.
"Jika Luffy bisa menghamili seorang wanita akan aku akui dia sebagai Laki – Laki SUUUUPER!" kata Franky kemudian membuat gerakan Hentai.
"Sepertinya aku harus memberinya sedikit pelarjaran tentang wanita, benarkan Nami-swaaan, Robin-chwuuuuaan" ucap Sanji dalam mode love hurricane.
Luffy tidak ambil pusing semua komentar nakamanya. Dia menatap Robin sebentar lalu beralih ke lautan luas.
Apa yang mereka sembunyikan? Zoro bergumam saat menangkap gelagat aneh saat Luffy menatap Robin. "Cih!"
Hancock dan yang lainnya sudah sampai di kebun bunga istana Kuja. Mereka terkejut melihat keadaan sekitar, semua tanaman rusak dan banyak lubang besar menganga di tanah.
"Apa – apaan ini?" kata Blue fan.
"Tempat ini seperti medan pertempuran," Ran.
"Lihat!" seru Daisy sambil menunjuk prajurit wanita yang terluka parah diantara reruntuhan tembok pembatas istana. "Sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"Kenapa kalian diam saja! Cepat cari Axel!" kata Hancock setengah berteriak.
"Baik Hebihime-sama!" sahut mereka lalu berpencar mencari sosok Axel.
"Axel-kun," Hancock menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan tangis. Sebagai ratu ia tak ingin terlihat lemah. Tapi sebagai ibu ia tidak bisa menahan rasa takutnya.
"Onee-sama," Sandersonia menepuk pundak Hancock, seolah merasakan kekacauan di hati kakaknya.
Hancock berlarian mencari sosok putranya. Dia mencari ke semua sudut dengan mulut yang tak pernah berhenti memanggil nama sang buah hati.
Dan pencariannya pun berakhir.
"Axel-kun!" seru Hancock tak bisa membendung tangis. Ia merengkuh anaknya dalam peluk. "Daijoubu ka?"
Axel mengangguk lalu menangis kencang.
"Katakan apa yang sebenarnya terjadi dan ada apa dengan tempat ini,"
Axel menangis semakin keras.
"Axel-kun,"
"Gomenasai!" hanya kalimat itu yang keluar dari Axel selebihnya hanya tangisan.
Beberapa hari setelah kejadian itu, Axel kembali menjadi anak ceria. Sekarang dia sedang asik main kejar – kejaran di dek kapal bajak laut Kuja. Seperti tidak pernah ada peristiwa buruk yang menimpanya.
Di tempat lain, di bawah langit malam dunia baru, Luffy menatap lautan bintang di atas kepalanya.
"Aku percaya dia pasti menjagamu dengan baik! Shishishi…"
Suatu hari di pulau Amazon Lily.
"Aaaarrrrrghh…" teriak seorang wanita ketika mendapati seekor kodok berukuran besar terbang ke arahnya. Tak sempat mengelak, kini si kodok besar menempel di dada wanita berbadan sexy(?) itu.
"Koo…doo..ok!" kata wanita itu kemudian jatuh pingsan.
GBRAK!
"Gkyaaaa… Sweat Pea! Daijoubu ka?" Aphelandra mengguncang – guncang tubuh Sweat pea.
"Ko..o..dok a..ku b..enci ko..dok!" kata Sweat pea kemudian pingsan lagi.
"Ahahahak! Ahahahak!" terdengar tawa riang seorang anak laki – laki dari luar jendela rumah Sweat pea.
"Axel-kun," gumam Aphelandra.
Di tempat lain, anak laki – laki berambut raven hitam itu masih saja tertawa riang mengingat kejadian dirumah Sweat pea. Yap! Bocah inilah dalang dari tragedi kodok terbang yang menimpa Sweat pea. Ini bukan kali pertama dia berulah, hampir semua penduduk suku Kuja pernah merasakan kejailannya. Karena itu lah dia di cap sebagai bocah pembuat onar. Tapi mengingat siapa orang tua dari bocah ini tak seorangpun berani membalas ataupun hanya sekedar menegurnya.
"Mamaaaaaaa!" Axel melompat ke pelukan ibunya.
"Maaf karena terlalu lama meninggalkanmu," kata Hancock sambil mengelus rambut hitam anaknya.
"Daijoubu!" sahut Axel sambil tersenyum lebar.
Melihat senyuman itu sontak hancock terduduk lemas dengan wajah memerah. "Aku tidak tahan, semakin hari senyuman itu semakin mirip dengan senyuman ayahnya.. ahh anakku tampan sekali!" gumam Hancock sambil memegangi kedua pipinya.
"Mama kenapa?" tanya Axel sambil ngupil.
Dia benar – benar mirip ayahnya, batin hancock. Straight-faced.
Axel adalah satu – satunya anak laki – laki yang terlahir dari seorang Kuja. Mungkin kelahirnya merupakan suatu keajaiban, karena sebelumnya hanya anak perempuan yang lahir dari rahim wanita Kuja. Dia lahir tujuh tahun yang lalu, beberapa bulan setelah pelayaran ayahnya menuju dunia baru. Meskipun besar tanpa sentuhan tangan seorang ayah Axel tetap menjadi pribadi yang ceria, berisik tapi juga cengeng.
Hancock berjalan sambil menggandeng telapak tangan Axel. Hal sederhana yang sudah beberapa minggu ini tidak ia lakukan karena kesibukannya sebagai kapten bajak laut Kuja. "Kebahagiaan apa ini, hanya dengan melihat senyumannya saja aku merasa telah jadi orang paling bahagia di dunia ini. Kenapa begitu cepat anak ini bertumbuh sepertinya baru kemarin aku melahirkannya." Hancock tertawa kecil.
Meskipun banyak tekanan batin yang dia dapat dari tingkah konyol anaknya Hancock tetap menyayangi anaknya dengan sepenuh hati. Terkadang ketakutan muncul tatkala melihat anaknya yang terkesan acuh dan tidak mau tahu tentang ayahnya. Ketakutan itu semakin menjadi saat Axel benar – benar tak tertarik saat ia mnceritakan kisah tentang ayahnya.
"Mama.."
"Hmm.."
"Kapan kita mengunjungi paman?"
"Bagaimana setelah pesta ulang tahunmu,"
Axel memonyongkan bibirnya, "Itu terlalu lama, ulang tahunku masih dua minggu lagi kan. "
Hancock tertawa melihat ekspresi kecewa anaknya. Itu terlihat sangat menggemaskan.
"Aku mau kita pergi besok," Axel sedikit memaksa.
"Kamu tahu mama dan bajak laut Kuja baru saja kembali dari perjalanan jauh, mana mungkin mama bisa pergi meninggalkan pulau ini lagi. Axel-kun kali ini kamu harus bersa.." kalimat Hancock tertahan saat sepasang mata bulat besar menatapnya penuh harap. Lagi – lagi ia terduduk lemas tak berdaya tentunya dengan wajah yang memerah. Segera ia memalingkan wajah saking tidak tahan dengan tatapan anaknya yang menurutnya sangat mematikan. Padahal Axel sangat imut dengan tatapan itu ^^.
"Kamu menang! Kita berangkat besok," Hancock akhirnya mengiyakan. Aku tidak pernah bisa menolak jika dia menatapku seperti itu, batin Hancock sambil meremas jubahnya.
Keesokan harinya.
Axel berlari kecil menuruni tangga bersama tas ransel besar dipunggungnya. Dia tampak kewalahan karena ransel itu dua kali lebih besar dari tubuhnya.
"Axel-kun apa yang akan kau lakukan dengan rancel sebesar itu?" tanya Marigold.
"Memangnya apa yang kau bawa?" Sandersonia ikut menyahut.
"Aku akan berpesta Bi," Axel nyengir sambil menepuk – nepuk ransel besarnya. "Aku sudah memasukan daging, sake, kembang api dan tusuk gigi. Ahahahak! Ahahahahak!"
"Kamu masih tujuh tahun mana boleh minum sake, aku akan menggantinya dengan jus jeruk kesukaanmu,"
"Bibi Mari benar. Anak kecil tidak boleh minum sake,"
"Tapi paman suka minum sake Bi!" Axel menghalangi Marigold yang akan membongkar isi ranselnya.
Sandersonia dan Marigold saling memandang.
"Ehmm.. sokka, seharusnya kamu juga membawa bunga." kata Sandersonia.
"Bunga?" Axel memiringkan kepalanya.
"Iya. Pamanmu pasti akan senang,"
"Apa paman juga suka makan bunga Bi?" tanya Axel innocent.
"Ewwh.. Bukan begitu, bunga hanya sebagai symbol penghormatan saja" Sandersonia malah bingung sendiri.
"Baiklah aku akan mencari bunga dulu untuk paman. Aku titip ranselku sebentar ya Bi!" sahut Axel yang kemudian lari entah kemana.
"Anak itu terkadang membuatku gemas tapi terkadang juga membuatku bingung," Sandersonia geleng – geleng kepala.
"Sonia-nee-sama kita memang harus bersabar menghadapi anak – anak," Marigold tertawa.
Di kebun bunga istana Kuja.
Axel celingukan memastikan tidak ada orang yang melihatnya. Yosh! Aku akan mencuri(?) bunga terindah untuk paman, Axel bergumam sendiri.
Axel berlari mendekati bunga yang akan dia petik tapi tiba – tiba saja seseorang menjegalnya sampai jatuh tersunggur.
"Itai.." lenguh Axel.
"Ternyata laki – laki memang menjijikan," ucap seorang gadis.
"Siapa kau?" Axel membekap hidungnya yang berdarah.
"Jika aku tahu kau hanya akan menjadi pencuri dan pembuat onar, kau pasti sudah ku bunuh saat hebihime melahirkanmu!" ucap gadis itu sambil meregangkan busur ularnya dan melesatkan panah ke arah Axel.
Axel berhasil menghindar.
"Hei apa kau tuli?! Aku tanya siapa kau? Kenapa tiba – tiba menyerangku?" teriak Axel geram juga.
"Seharusnya tanpa bertanyapun kau sudah tahu, BAKKA!" Gadis itu melesatkan panahnya lagi. Bidikannya masih meleset, Axel berhasil menghidar tapi anak panah yang sudah dilapisi Haki itu berhasil menghancurkan bongkahan batu di belakang Axel. "Hebat juga kau bisa menghindar dari anak panahku, tapi aku tidak peduli meskipun kau masih bocah aku tak akan segan padamu!"
"Apa salahku, kenapa kau ingin sekali membunuhku?"
"Kau sama bodohnya dengan laki – laki bertopi jerami itu! Di pulau wanita ini haram bagi seorang laki – laki untuk hidup! Oleh karena itu aku ingin sekali membunuh kalian dengan tanganku sendiri." Sekali lagi melesatkan anak panahnya.
"Argggh!.." Axel tersungkur, kali ini anak panah itu berhasil melukai lengan kirinya.
"Apa kau tahu, setelah puas merayu hebihime dia pergi begitu saja, meninggalkan hebihime kami yang tengah mengandungmu! Benar – benar makhluk menjijikan,"
Gadis itu bersiap membidik Axel lagi. Dan..
BUGH! Axel lebih dulu menghantamkan bogemnya sekuat tenaga hingga membuat gadis itu memuntahkan darah."Kau boleh menghinaku tapi tidak akan aku biarkan kau menghina orang tuaku!"
Cih! Bushoshoku no Haki. Mana mungkin bocah ingusan itu sudah menguasai haki.
"Kau tidak tahu apa – apa tentang mereka jadi tutup saja mulutmu!" teriak Axel diikuti tinju – tinjunya yang melesat tak beraturan ke tubuh gadis di depannya.
Dari kejauhan tampak seorang wanita tua menyaksikan pertarungan mereka. Dia segera berlari ke istana Kuja untuk melaporkan kejadian tersebut dan meminta bantuan.
"Sandersonia-sama! Marigold-sama!" teriak wanita tua itu.
"Kenapa kau berteriak – teriak?"
"Sandersonia-sama ada seorang prajurit gila yang menyerang seorang anak kecil di kebun bunga istana Kuja,"
"Ada apa ini?," sahut Hancock tiba – tiba.
"Onee-sama!" Sandersonia.
"Hebihime-sama!" Wanita tua itu membungkukan badan.
"Katakan padaku apa maksudmu dengan prajurit gila?"
"Di kebun bunga istana Kuja saya melihat seorang prajurit menyerang seorang bocah dengan busur panahnya secara membabi buta. Hebihime-sama, Sandersonia-sama tolong lakukan sesuatu,"
"Bocah katamu?" sahut Sandersonia.
"Iya Sandersonia-sama, mungkin usianya masih enam atau tujuh tahun,"
"Nani?" Sandersonia terbelalak kaget. Pikiran Sandersonia langsung tertuju pada Axel yang belum juga kembali setelah berpamitan untuk mencari bunga. Kebun bunga istana Kuja? Mungkinkah bocah yang dia maksud adalah Axel-kun, gumamnya kemudian berlari menuju kebun bunga istana Kuja.
"Sonia ada apa?" Hancock mengejar adiknya bersama Blue fan dan prajurit Kuja lainnya.
"Mungkin saja Axel-kun sedang dalam bahaya!"
Hancock tercekat mendengar jawaban adiknya,"Jangan katakan bocah yang wanita tua itu maksudkan adalah Axel!"
Sandersonia menatap ragu kakaknya yang sedang berlari mengimbanginya,"Onee-sama, aku juga berharap dugaanku salah! Tapi kita harus bergegas,"
Hancock mempercepat larinya. Seketika semua yang ada dalam kepalanya menjadi kacau. Pikiran negative mulai bermunculan dalam benaknya, terbayang sebuah anak panah melesat menembus dada Axel. Bagaimana jika panah itu benar – benar menembus jantungnya. Luffy apa yang harus aku lakukan? Hancock mulai meneteskan air matanya.
.
.
Di suatu tempat yang jauh, tepatnya di lautan dunia baru."Luffy awas!"
BUGHH! Sebuah barbel seberat 2.5 Ton mengantam tubuh karetnya hingga terpental.
"Oii Luffy daijoubu ka?" tanya Chopper sambil mengguncang tubuh Luffy.
"Chopper apa Luffy baik – baik saja?"
"Kalian berisik sekali! Sebenarnya permainan apa yang sedang kalian mainkan hah?!" Zoro terbangun karena keributan yang dibuat trio bodoh itu. "Hei kenapa Luffy tiduran disana? Apa kalian sedang main dokter – dokteran?"
"Dia pingsan! Bodoh!" timpal Usopp dengan mode gigi hiu-nya.
Beberapa detik kemudian…
Semua awak kapal sudah berkerubung mengelilingi kapten mereka yang sedang tak sadarkan diri.
"Mana mungkin benda seperti itu bisa membuatnya pingsan, dia pasti hanya berpura – pura," Zoro menarik pipi Luffy sampai melar.
"Benar juga, moster seperti dia mana mungkin pingsan karena benda seperti itu," sahut Nami tidak percaya.
"Memang sulit dipercaya," komen Sanji sambil menyesap rokoknya.
"Sekarang apa yang harus kita lakukan?" Usopp.
"Kita lempar saja ke laut siapa tahu dia jadi sadar saat para moster laut mengendusnya" Zoro bersiap menjatuhkan Luffy ke laut.
"BAKKA! APA KAU INGIN MEMBUNUHNYA!?" seru Usopp, Chopper dan Nami bersamaan.
Alhasil Zoro terkapar disamping Luffy dengan benjolan berasap lapis tiga di kepala hijaunya.
"Fufufufu.." Robin hanya tertawa kecil.
"Dasar marimo bodoh. Dia memang tidak bisa diandalkan disaat seperti ini,"
"Tutup mulutmu alis keriting," timpal Zoro tak mau kalah. Tapi Sanji mengacuhkannya.
Sanji berjongkok lalu mengibas – ngibaskan daging diatas kepala Luffy. Entah sejak kapan ada potongan daging super besar di tangannya. Yang jelas itu cara paling efektif untuk membuat seorang penggila daging tersadar. Dan benar, hidung Luffy mulai merespon.
"Aww SUPEEEER! Dia mulai sadar!"
HAP! Luffy yang tersadar langsung melahap daging di depannya sekali serang sampai tangan Sanji ikut masuk dalam mulutnya.
"BAKA kenapa tanganku juga kau makan!" teriak Sanji sambil menendang – nendang kepala Luffy agar tangannya lepas.
Asap mengepul di kepala Luffy dengan enam tingkat benjolan.
"Itai.." Luffy mengelus benjolan maha karya Sanji.
"Yokatta, tidak ada luka yang serius," sahut Chopper setelah memeriksa badan Luffy.
"Yohohoho! Kapten kita sudah sadar, ayo kita dendangkan lagu suka cita."
"Oii Luffy hari ini kau kurang bersemangat, apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Usopp menyelidik.
Luffy terdiam sejenak lalu mengembangkan senyuman khasnya,"Shishishi.. Aku merasakan sesuatu yang aneh di dalam sini."
"Gawat Luffy terkena serangan jantung!" Chopper histeris melihat Luffy menunjuk dadanya.
"Bukan! Bukan rasa sakit yang aku rasakan. Demo.." Luffy tampak berpikir.
.
.
Lima detik.
.
.
Tujuh belas detik.
.
.
Tiga puluh detik.
.
.
Wajah Luffy mulai kemerahan diikuti kepulan asap yang keluar dari kepalanya. Seperti menggunakan Gear Second-nya tapi kali ini hanya kepalanya yang berasap.
"Tidak usah dipaksakan," kata Usopp sweatdropped.
"Tidak perlu berpikir terlalu keras Luffy, katakan saja apa yang kau rasakan." Sahut Robin saat Luffy mulai overload.
"Ada perasaan aneh yang tidak bisa aku jelaskan, jantungku berdebar kencang seperti mengkhawatirkan sesuatu. Perasaan kacau seperti saat aku membayangkan tidak ada lagi daging di dunia ini," Luffy menepuk dadanya.
"Ara Luffy kau seperti seorang ayah yang sedang mengkhawatirkan anaknya. Mungkin saja itu adalah ikatan batin antara ayah dan anak, fufufu…" Robin tertawa misterius.
"…" Usopp.
"…" Nami.
"…" Chopper.
"…" Sanji.
"…" Franky.
"Anoo.. Robin-san apa maksudmu dengan ikatan ayah dan anak?" Tanda tanya besar berkedip – kedip diatas afro Brook.
"Fufufu.."
"…" Zoro.
"Hei Robin kau terlalu melebih – lebihkan, mana mungkin pria bodoh seperti Luffy bisa menghamili seorang wanita dan punya anak. Butuh ribuan bahkan jutaan tahun untuknya berevolusi menjadi pria dewasa," Usop mengibas – ngibaskan tangan di depan hidung pajangnya. "Mustahil! Itu sangat mustahil."
"Benar kata Usopp bahkan diusianya sekarang dia tidak pernah melirik seorang wanita, hahahaha!" Nami memaksakan tawa.
"Jika Luffy bisa menghamili seorang wanita akan aku akui dia sebagai Laki – Laki SUUUUPER!" kata Franky kemudian membuat gerakan Hentai.
"Sepertinya aku harus memberinya sedikit pelarjaran tentang wanita, benarkan Nami-swaaan, Robin-chwuuuuaan" ucap Sanji dalam mode love hurricane.
Luffy tidak ambil pusing semua komentar nakamanya. Dia menatap Robin sebentar lalu beralih ke lautan luas.
Apa yang mereka sembunyikan? Zoro bergumam saat menangkap gelagat aneh saat Luffy menatap Robin. "Cih!"
.
.
Kembali ke pulau Amazon Lily.Hancock dan yang lainnya sudah sampai di kebun bunga istana Kuja. Mereka terkejut melihat keadaan sekitar, semua tanaman rusak dan banyak lubang besar menganga di tanah.
"Apa – apaan ini?" kata Blue fan.
"Tempat ini seperti medan pertempuran," Ran.
"Lihat!" seru Daisy sambil menunjuk prajurit wanita yang terluka parah diantara reruntuhan tembok pembatas istana. "Sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"Kenapa kalian diam saja! Cepat cari Axel!" kata Hancock setengah berteriak.
"Baik Hebihime-sama!" sahut mereka lalu berpencar mencari sosok Axel.
"Axel-kun," Hancock menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan tangis. Sebagai ratu ia tak ingin terlihat lemah. Tapi sebagai ibu ia tidak bisa menahan rasa takutnya.
"Onee-sama," Sandersonia menepuk pundak Hancock, seolah merasakan kekacauan di hati kakaknya.
Hancock berlarian mencari sosok putranya. Dia mencari ke semua sudut dengan mulut yang tak pernah berhenti memanggil nama sang buah hati.
Dan pencariannya pun berakhir.
"Axel-kun!" seru Hancock tak bisa membendung tangis. Ia merengkuh anaknya dalam peluk. "Daijoubu ka?"
Axel mengangguk lalu menangis kencang.
"Katakan apa yang sebenarnya terjadi dan ada apa dengan tempat ini,"
Axel menangis semakin keras.
"Axel-kun,"
"Gomenasai!" hanya kalimat itu yang keluar dari Axel selebihnya hanya tangisan.
Beberapa hari setelah kejadian itu, Axel kembali menjadi anak ceria. Sekarang dia sedang asik main kejar – kejaran di dek kapal bajak laut Kuja. Seperti tidak pernah ada peristiwa buruk yang menimpanya.
Di tempat lain, di bawah langit malam dunia baru, Luffy menatap lautan bintang di atas kepalanya.
"Aku percaya dia pasti menjagamu dengan baik! Shishishi…"
.
.
Terima kasih udah mau baca!
Maaf kalo ceritanya aneh, sekali lagi Terima kasih ^^
Mugiwara's Son
Reviewed by riand hidt
on
23.59
Rating:
Tidak ada komentar: